Review Buku Selimut Debu
Selimut Debu: Impian dan Kebanggaan dari Negeri Perang Afghanistan by Agustinus Wibowo
My rating: 4 of 5 stars
Ini buku pertama Agustinus Wibowo yang saya baca setelah melihat dari halaman fb seorang teman. saya sangat mengapresiasi keberanian, semangat, sudut pandang yang senantiasa positif, dan jiwa petualang dan pembelajar yang mengalir dan dibagikan sang penulis dalam buku ini. Ada beberapa hal yang berkesan bagi saya setelah membaca buku ini, diantaranya: 1. Ketidakmampuan menghargai perbedaan membuat manusia tak bisa menghargai peradaban orang lain. Runtuhnya patung budha baiyan, karena dianggap taliban sebagai simbol berhala yang harus dihancurkan, adalah sebuah kehilangan bagi dunia dan bagi Afganistan/taliban secara khusus, tetapi kehilangan dan kerugian ini tidak dapat mereka lihat pada saat itu, fanatisme sempit membutakan mata dan menjadi tembok penghalang untuk kita belajar dari kemajuan/pemikiran/budaya orang lain. 2. Budaya dan agama sering sudah tidak dapat dipisahkan. itu terjadi hampir disemua tempat. Agama kadang menghansurkan budaya dan warisan budaya tetapi kadang menjadi justifikasi budaya juga. dalam pergulatannya dengan budaya agama sering hanya sebagai identitas, pewarna ritual yang kehilangan maknanya. 3. Tradisi/budaya kadang ada yang bertentangan dengan agama yang dianut, tetapi kadang tradisi yang dicerca dan dicemooh oleh agama dan orang yang merasa beragama itu juga tetap dipraktekkan oleh orang yang sama just because it has diffrent name. Ah sudahlah I dunno what to say, i feel like i'm telling about myself. 4. Saya sangat terkesan dengan tradisi bangsa Pasthun yang sangat menghargai tamu, rela berbagi dengan tamu, memberi tempat tidur, makan dst. 5. Invisbility cloak yang saya kira hanya ada di dunia Harry potter ternyata ada di Afganisthan dan mereka yang berhak memakainya hanya kaum perempuan. Perlindungan atau Pendindasankah ? semuanya punya klaim masing-masing. tergantung dari mana seseorang melihat. Ia seperti angka 6 dan 9, tergantung lihatnya darimana 6. Afganisthan sebagai pusat peradaban jaman kuno seharusnya menjadi daerah paling maju sekarang tapi kenyataan hanyalah debu yang menyelimuti penderitaan, ketertinggalan dan perang. Jejak tingginya peradaban Budha yang pernah mendiami daerah itu, digantikan dengan jejak-jejak para sufi dan agamawan yang juga membawa peradaban dan kemajuan pada samannya tinggal puing-puing dan situs-situs siarah saja. Betapa tidak adilnya! 7) Rasanya tidak adil jika tidak memberi apresiasi pada candaan dan selera humor penulis yang juga cukup menghibur disela-sela crita petualangannya. Selamat membaca bagi yang pensaran.... :)
View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars
Ini buku pertama Agustinus Wibowo yang saya baca setelah melihat dari halaman fb seorang teman. saya sangat mengapresiasi keberanian, semangat, sudut pandang yang senantiasa positif, dan jiwa petualang dan pembelajar yang mengalir dan dibagikan sang penulis dalam buku ini. Ada beberapa hal yang berkesan bagi saya setelah membaca buku ini, diantaranya: 1. Ketidakmampuan menghargai perbedaan membuat manusia tak bisa menghargai peradaban orang lain. Runtuhnya patung budha baiyan, karena dianggap taliban sebagai simbol berhala yang harus dihancurkan, adalah sebuah kehilangan bagi dunia dan bagi Afganistan/taliban secara khusus, tetapi kehilangan dan kerugian ini tidak dapat mereka lihat pada saat itu, fanatisme sempit membutakan mata dan menjadi tembok penghalang untuk kita belajar dari kemajuan/pemikiran/budaya orang lain. 2. Budaya dan agama sering sudah tidak dapat dipisahkan. itu terjadi hampir disemua tempat. Agama kadang menghansurkan budaya dan warisan budaya tetapi kadang menjadi justifikasi budaya juga. dalam pergulatannya dengan budaya agama sering hanya sebagai identitas, pewarna ritual yang kehilangan maknanya. 3. Tradisi/budaya kadang ada yang bertentangan dengan agama yang dianut, tetapi kadang tradisi yang dicerca dan dicemooh oleh agama dan orang yang merasa beragama itu juga tetap dipraktekkan oleh orang yang sama just because it has diffrent name. Ah sudahlah I dunno what to say, i feel like i'm telling about myself. 4. Saya sangat terkesan dengan tradisi bangsa Pasthun yang sangat menghargai tamu, rela berbagi dengan tamu, memberi tempat tidur, makan dst. 5. Invisbility cloak yang saya kira hanya ada di dunia Harry potter ternyata ada di Afganisthan dan mereka yang berhak memakainya hanya kaum perempuan. Perlindungan atau Pendindasankah ? semuanya punya klaim masing-masing. tergantung dari mana seseorang melihat. Ia seperti angka 6 dan 9, tergantung lihatnya darimana 6. Afganisthan sebagai pusat peradaban jaman kuno seharusnya menjadi daerah paling maju sekarang tapi kenyataan hanyalah debu yang menyelimuti penderitaan, ketertinggalan dan perang. Jejak tingginya peradaban Budha yang pernah mendiami daerah itu, digantikan dengan jejak-jejak para sufi dan agamawan yang juga membawa peradaban dan kemajuan pada samannya tinggal puing-puing dan situs-situs siarah saja. Betapa tidak adilnya! 7) Rasanya tidak adil jika tidak memberi apresiasi pada candaan dan selera humor penulis yang juga cukup menghibur disela-sela crita petualangannya. Selamat membaca bagi yang pensaran.... :)
View all my reviews
Posting Komentar untuk "Review Buku Selimut Debu"