Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sekolah Rakyat: Antara Niat Mulia dan Potensi Diskriminasi


Pemerintah Indonesia berencana meluncurkan program baru bernama Sekolah Rakyat pada tahun ajaran 2025-2026. Program ini bertujuan untuk menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Niat mulia ini patut diapresiasi, mengingat pendidikan adalah kunci untuk memutus rantai kemiskinan dan membangun masa depan yang lebih baik. Namun, di balik niat mulia tersebut, terdapat beberapa aspek dari program Sekolah Rakyat yang menimbulkan kekhawatiran dan berpotensi menimbulkan diskriminasi.

Salah satu aspek yang menjadi sorotan adalah penggunaan nama "Sekolah Rakyat." Istilah ini mengingatkan pada sistem pendidikan di masa penjajahan, di mana terdapat pemisahan antara sekolah untuk kaum bangsawan dan sekolah untuk rakyat jelata. Penggunaan nama ini berpotensi membangkitkan trauma sejarah dan menciptakan stigma negatif bagi siswa yang bersekolah di sana.

Selain itu, program Sekolah Rakyat juga dinilai bertentangan dengan semangat inklusi. Pendidikan inklusif menekankan pada penerimaan semua perbedaan dalam satu lingkungan pendidikan. Dengan menciptakan sekolah khusus untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu, program ini justru menciptakan segregasi berdasarkan status ekonomi. Hal ini dapat menimbulkan perasaan rendah diri pada siswa dan memperdalam kesenjangan sosial.

Lebih jauh lagi, penggunaan istilah "rakyat" dalam nama program ini berpotensi melabeli anak-anak dari keluarga kurang mampu sebagai "rakyat miskin." Label ini dapat menimbulkan diskriminasi dan menghambat perkembangan potensi mereka. Anak anak ini akan merasa berbeda dengan anak lainya.

Selain itu, kondisi fasilitas di sekolah-sekolah yang sudah ada pun masih memprihatinkan. Kesenjangan fasilitas antara sekolah di perkotaan dan pedesaan masih sangat signifikan. Banyak sekolah, terutama di daerah terpencil, yang kekurangan fasilitas dasar seperti ruang kelas yang layak, perpustakaan, laboratorium, dan akses internet. Kondisi infrastruktur pun seringkali memprihatinkan, dengan atap bocor, dinding retak, dan sanitasi yang buruk. Di era digital ini, fasilitas teknologi seperti komputer dan akses internet juga sangat penting, namun masih banyak sekolah yang kekurangan fasilitas ini.

Tentu saja, niat pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu patut diapresiasi. Namun, penting untuk mempertimbangkan potensi dampak negatif dari program Sekolah Rakyat. Seharusnya, pemerintah fokus pada peningkatan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah negeri yang sudah ada, memberikan bantuan pendidikan yang lebih tepat sasaran, dan mengembangkan program-program yang mendukung inklusi.

Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas, tanpa memandang latar belakang ekonomi mereka. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa setiap kebijakan pendidikan yang diambil tidak menimbulkan diskriminasi dan justru memperkuat semangat inklusi.

2 komentar untuk "Sekolah Rakyat: Antara Niat Mulia dan Potensi Diskriminasi"

  1. Mungkin perlu dikaji ulang oleh yang berkepentingan dalam penamaan sekolahnya, karena biasanya yang tertulis sangat beda dengan yang terjadi di lapangan

    BalasHapus
  2. Kalau mau b@ngun sekolah utkyg berada dilingkungan kls ekonomi nama tdk perlu di beri label sekolah Rakyat,tdk perlu perbedaan nama dgn sekolah milik pemerintah lain nya.

    BalasHapus